|



Komisioner KI: Data Pasien Covid-19, Pemerintah Harus Lindungi Hak Pribadi

Ilustrasi (foto: Suarakalbar.co.id)
Pontianak, Kapuasrayatoday.com - Komisioner Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Barat, Rospita Vici Paulyn, ST angkat bicara terkait pro-kontra pembahasan mengenai harus diumumkan atau tidaknya identitas pasien corona ke publik.

Ia menyatakan bahwa terkait informasi data pasien, Pemerintah harus tetap berpegang pada perlindungan hak pribadi setiap orang.

Dijelaskan bahwa terkait data pasien, sudah ada berbagai Undang-Undang yang melindunginya. Sebut saja Pasal 17 huruf h UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mengenai informasi yang dikecualikan adalah "informasi mengenai riwayat dan kondisi anggota keluarga. Riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik dan psikis seseorang".

"Informasi tersebuthanya dapat diberikan atas persetujuan yg bersangkutan atau keluarganya," ungkapnya.

Kemudian Pasal 28 Huruf g ayat (1) UUD'45 disebutkan: "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yg berada dibawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan utk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yg merupakan hak asasi,"

Pasal 51 huruf c UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran: "Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban: merahasiakan segala sesuatu yg diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia,"

Pasal 57 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan"Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan."

Perlindungan hak pasien juga tercantum dalam Pasal 32 huruf i UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yaitu “mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya”.

Disamping itu, termuat juga dalam Pasal 26 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menyebutkan “Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.”.

Dengan demikian, informasi  tentang data pribadi, alamat rumah, orangtua, dan keluarga pasien yang dinyatakan suspect Corona tidak boleh diumumkan kepada publik, kecuali hanya berupa inisial nama pasien, jenis kelamin, usia pasien dan riwayat perjalanannya saja. Pengungkapan identitas pasien secara terbuka merupakan pelanggaran terhadap hak-hak pribadi seseorang.

"Kita seharusnya bisa mencontoh bagaimana negara-negara lain seperti Singapura, Inggris dan Jepang misalnya, bisa menangani para pasien tanpa mengeluarkan satu namapun dari pasien yang terinfeksi virus Corona. Mereka transparan terhadap informasi pasien Corona, jumlahnya, jenis kelaminnya, lokasi dan daerah sebarannya, riwayat perjalanannya, kewarganegaraannya, semua disajikan secara terbuka tapi tidak dengan nama/identitas pasien," paparnya.

Benar bahwa Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk terbuka dan transparan dalam memberikan setiap informasi tentang perkembangan kasus penyebaran virus Corona, tetapi terbuka tidak harus telanjang, sebab keterbukaan seharusnya dilakukan tanpa mengesampingkan hak-hak setiap warga negara terhadap perlindungan kerahasiaan data pribadinya.

Mengapa? Karena jelas Undang-Undang sudah melindungi hak atas informasi pribadi seseorang.

"Selain itu, kita juga harus memikirkan respon masyarakat dan dampaknya bagi pasien, keluarga pasien, maupun lingkungan sekitarnya. Masyarakat Indonesia tidak semuanya paham mengenai virus Corona ini. Ada yang menganggapnya sebagai penyakit menular yang mengerikan, ada pula yang menganggap sebagai aib. Maka pemberitaan yang luas tentang identitas pasien tentunya akan  membuat pasien dan keluarganya jadi tertekan, terindimidasi, serta dapat membuat masyarakat disekitar tempat tinggalnya menjadi resah," jelasnya.

Bayangkan bullying yang akan terjadi pada pasien dan keluarganya ketika mereka diumumkan sebagai penderita dan menjadi bulan-bulanan pemberitaan media. Sekalipun sudah sembuh, orang masih akan menganggapnya sebagai aib atau penyakit menular yang harus dihindari.

Sumber:  Suarakalbar.co.id

Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini