-->
    |



Kelompok Agama Minoritas Pakistan Rentan Didiskriminasi dan Diserang

Aktivis masyarakat sipil Pakistan melakukan aksi unjuk rasa untuk melindungi gadis-gadis Hindu dalam sebuah protes di Hyderabad, Pakistan, Kamis, 4 Juli 2019. (foto: VOA)
Kapuasrayatoday.com - Satu bulan terakhir adalah masa-masa yang sulit bagi kelompok agama minoritas di Pakistan.

Awal Juni lalu, dalam laporan kantor berita Associated Press, Nadeem Jordan, seorang warga Kristen, ditembak hingga tewas karena mengontrak rumah di lingkungan Muslim di barat daya kota Peshawar, tak jauh dari kawasan perbatasan dengan Afghanistan. Rasa takut tak pelak menghantui keluarga mendiang.

Elizabeth Lal, ibu mertua Nadeem yang turut ditembak di bagian lengannya hingga hancur, menceritakan kejadian tersebut.

“Pada tanggal 7 Juli, menantu saya sedang dalam perjalanan pulang ketika dua pria yang berboncengan menggunakan motor menghentikannya dan bilang ‘Kami akan memberimu pelajaran," kata Elizabeth Lal, ibu mertua Nadeem.

Muslim yang Dituduh Hina Islam Dibunuh di Pengadilan

Di satu sisi, para penyelidik mengatakan bahwa pelaku penembakan itu melarikan diri. Di sisi lain, mereka juga mengatakan bahwa para pelaku membuntuti keluarga Nadeem dan mengancam saudara iparnya.

Selain kasus Nadeem, seorang pendeta beserta istri dan putranya yang berusia 12 tahun dikeroyok oleh warga Muslim di timur kota Punjab, sebelum diusir keluar dari desa tersebut.

Kemudian, ada juga kasus seorang politikus dari kubu oposisi Pakistan yang digugat dengan pasal penistaan agama setelah mengatakan bahwa semua agama itu setara kedudukannya.

Sementara itu, seorang politikus senior lain, yang bersekutu dengan pemerintah dan didukung ekstremis Islam, menghentikan pembangunan sebuah kuil Hindu di ibu kota Pakistan, Islamabad. Pasalnya, muncul fatwa yang melarang non-Muslim membangun kuil baru atau gereja di Pakistan yang Islami.

Lal Malhi, anggota Parlemen beragama Hindu dari partai Keadilan Pakistan yang mengusung sang perdana menteri, mengatakan bahwa perlakuan kejam bukanlah masalah baru bagi kelompok agama minoritas di sana.

“Kita harus bisa berurusan dengan hal-hal ini karena kita orang Pakistan. Sebagai minoritas sekaligus warga Pakistan, negeri ini telah menghadapi masalah seperti ini sejak lama, kasus itu bukan hal baru bagi minoritas dan bagi masyarakat pada umumnya di sini," kata Lal Malhi.

Para pengamat dan aktivis memperingatkan masa depan yang lebih kelam, seiring Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, yang terombang-ambing antara upayanya membentuk negara yang pluralis dengan keyakinan Islamnya yang konservatif.

Mereka menyalahkan peningkatan aksi kekerasan terhadap minoritas kepada sosok sang perdana menteri, yang di satu sisi memperjuangkan visi Pakistan yang toleran, di mana kelompok agama minoritas bisa berkembang setara dengan mayoritas warga Muslim di sana, tapi di sisi lain menyerahkan kekuasaan kepada para ulama Islam ektrem, di mana ia tunduk pada tuntutan mereka dan menuruti keputusan akhir mereka, bahkan dalam urusan bernegara.

Pembangunan Kuil Hindu Diprotes Muslim Garis Keras di Pakistan

Ketika kasus virus corona pertama kali muncul sebagai ancaman, Khan menolak membubarkan acara pertemuan puluhan ribu misionaris Islam dari seluruh dunia di sana. Ia baru mengeluarkan perintah pembatalan acara tersebut setelah para peserta tiba di Pakistan.

Meski demikian, Khan sendiri bukanlah politikus Pakistan pertama yang menghadapi isu agama yang pelik di Pakistan.

Pemerintahan militer maupun demokratis di Pakistan selama ini tunduk pada tekanan ekstremis Islam, yang menurut para pengkritik memiliki kemampuan untuk mengerahkan massa yang vokal ke jalanan.

“Apa yang bisa mereka perbuat adalah apa yang ditakutkan pemerintah. Mereka bisa menyebabkan kekacauan di seantero Pakistan," kata aktivis HAM Pakistan Tahira Abdullah.

VOA Weekend, 1 Agustus 2020 (1): Agama dan Toleransi

Khan, seperti pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, telah mencoba untuk menampilkan imej Pakistan yang “lembut” sebagai negara yang melindungi warga minoritas.

Khan bahkan membuka akses bebas visa bagi warga Sikhs dari negara tetangga sekaligus musuh mereka, India, untuk bisa mengunjungi salah satu situs paling suci umat mereka di Pakistan.

Akan tetapi, para pengamat menilai inisiatif-inisiatif tersebut sebagian besar hanya bersifat simbolis. (VOA)

Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini