-->
    |

TGPF Intan Jaya: Keluarga Setuju Jenazah Pendeta Diautopsi

Ketua Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) Tanah Papua, pendeta Andrikus Mofu, saat memberikan keterangan secara virtual terkait sikap pimpinan gereja di Papua usai insiden penembakan terhadap pendeta Yeremia Zanambani di Intan Jaya, Papua. (foto: VOA)

Kapuasrayatoday.com
- Ketua Tim Investigasi Lapangan TGPF Intan Jaya Benny Mamoto mengatakan pihaknya telah membuat sejumlah kemajuan dalam pencarian fakta. Antara lain berhasil meyakinkan keluarga korban pendeta Yeremia yang menjadi korban penembakan untuk diautopsi dan dimintai keterangan. Menurutnya, kemajuan ini dapat membantu proses penyidikan kasus yang sedang dilakukan polisi.

Namun, kata Benny, keluarga korban meminta agar dalam proses autopsi jenazah pendeta Yeremia didampingi pemerintah daerah, tokoh gereja, tokoh masyarakat dan perwakilan TGPF Intan Jaya.

"Kami hanya membukakan blokade yang tadinya begitu kuat, akhirnya berhasil dan itu sungguh itu hal yang patut kami syukuri. Karena TGPF dapat berkontribusi mendukung penyidikan yang tadinya berhenti," jelas Benny Mamoto dalam konferensi pers online, Selasa (13/10/2020).

Benny Mamoto memperkirakan proses autopsi membutuhkan waktu sekitar dua pekan dan akan dilakukan sebagai rangkaian penyidikan polisi. Menurutnya, masyarakat tidak perlu khawatir dengan masa tugas TGPF Intan Jaya yang akan berakhir pada 17 Oktober 2020. Kata dia, sebagai Ketua Harian Kompolnas, dirinya akan membantu presiden untuk mengawasi kinerja kepolisian, termasuk kasus ini. Benny juga akan berkoordinasi terus dengan Ketua Kompolnas yakni Menko Polhukam Mahfud Md. Total ada 25 saksi yang telah diperiksa TGPF, antara lain terdiri dari kelaurga korban, tenaga medis dan aparat.

"Jadi yakinlah kami akan terus awasi sesuai hukum yang berlaku," tambah Benny Mamoto.

Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud Md mengklaim TGPF Intan Jaya merupakan tim yang obyektif meskipun anggotanya sebagian berasal dari pejabat pemerintah. Ditambah lagi, kata dia, tim ini juga melibatkan tokoh masyarakat, agama dan tokoh adat Papua.

"Sehingga tidak mungkin tim ini berbohong menurut keyakinan kami. Bukan tidak mungkin tapi juga tidak bisa," jelas Mahfud Md.

Mahfud menambahkan pemerintah juga akan mengejar Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) yang diduga menjadi pelaku penembakan terhadap anggota TNI dan TGPF di Distrik Hitadipa, Intan Jaya pada Jumat (9/10/2020) lalu. Ia menuturkan ada dua orang perempuan yang sengaja menghambat kendaraan rombongan TGPF sebelum peristiwa penembakan.

Amnesty Taruh Harapan Besar ke TGPF Intan Jaya

Peneliti dari Amnesty International Indonesia Ari Pramuditya berharap TGPF Intan Jaya dapat mengungkap fakta-fakta dalam peristiwa kekerasan dan penembakan di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Menurutnya, temuan ini penting untuk mengungkap kasus-kasus kekerasan di Intan Jaya, termasuk sebagai awal mula penyelesaian kasus kekerasan di wilayah Papua lainnya.

"Harapannya dalam kasus ini ada titik terang. Akhirnya pemerintah berhasil merebut kembali, salah satu akar masalah di Papua. Karena menurut para peneliti, salah satu permasalahan itu adalah ketidakpercayaan kepada pemerintah," jelas Ari Pramuditya kepada VOA, Selasa (13/10/2020).

Ari menyarankan pemerintah memperpanjang masa tugas TGPF Intan Jaya jika memang diperlukan untuk memaksimalkan kinerja dalam pencarian fakta. Sehingga masyarakat Papua, khususnya Intan Jaya dan keluarga korban dapat memperoleh keadilan.

Pendeta Tewas Ditembak, Pemerintah & TPNPB Saling Tuding

Dua anggota TNI dan dua warga sipil meninggal, termasuk di antaranya Pendeta Yeremia Zanambani yang tertembak pada pertengahan September lalu. TNI menyebut Pendeta Yeremia tewas dibunuh Kelompok Kriminal Bersenjata.

Sebaliknya Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) menuding TNI sebagai pelaku pembunuhan. Sedangkan menurut Komnas HAM perwakilan Papua setidaknya tercatat ada 18 laporan kekerasan di Intan Jaya sepanjang Desember 2019 hingga September 2020. (VOA)


Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini