-->
    |



Utusan AS Tegaskan Sanksi Terkait Iran

Elliot Abrams, perwakilan khusus AS untuk Iran, saat wawancara dengan The Associated Press di Kedutaan Besar AS di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Kamis, 12 November 2020. (foto: VOA)

Kapuasrayatoday.com
- Utusan khusus AS untuk Iran, Kamis (12/11) bersikeras kampanye tekanan sanksi terhadap Iran akan tetap ada dalam pemerintahan Joe Biden, meskipun presiden mendatang ini sebelumnya berjanji kemungkinan besar akan mengembalikan Amerika pada kesepakatan nuklir antara negara-negara kuat dunia dengan Iran.

Elliot Abrams, yang juga menjabat sebagai utusan khusus AS untuk Venezuela, mengatakan sanksi yang menarget Iran atas pelanggaran hak asasi manusia, program rudal balistik, dan pengaruh regionalnya akan terus berlanjut.

Ia menambahkan sanksi tersebut serta pengawasan berkelanjutan oleh inspektur Perserikatan Bangsa-Bangsa dan mitra-mitra Amerika di Timur Tengah, akan mempertahankan tekanan itu.

Iran sekarang memiliki lebih banyak uranium daripada yang diperbolehkan menurut kesepakatan itu sejak Presiden Donald Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan pada 2018.

Timur Tengah juga diguncang oleh ketegangan antara Iran dan AS yang mendorong kedua negara mendekati perang pada awal tahun ini.

Misi Iran untuk PBB belum menanggapi permintaan berkomentar atas pernyataan Abrams tersebut.

Para politisi Iran semakin sering membahas kemungkinan AS kembali ke kesepakatan itu, yang membatasi pengayaan uranium Iram dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi.

Abrams menggantikan Brian Hook sebagai utusan Amerika untuk Iran, yang mengumumkan akan meninggalkan jabatannya pada Agustus setelah memimpin kampanye tekanan maksimum Trump.

Upaya itu secara internasional gagal, sejak AS dan sekutu- sekutunya di Teluk Arab tidak berhasil meyakinkan PBB untuk menghentikan embargo senjata terhadap Iran yang berakhir pada Oktober.

Menurut laporan terbaru oleh inspektur PBB, stok uranium yang diperkaya Iran, yang seharusnya di bawah 300 kilogram berdasarkan kesepakatan itu, sekarang mencapai lebih dari 2.440 kilogram.

Para ahli mengatakan jumlah bahan tersebut berpotensi cukup untuk membuat setidaknya dua senjata nuklir jika Iran memilih untuk membuat bom.

Iran juga memperkaya uranium hingga tingkat kemurnian 4,5 persen, lebih tinggi dari yang diizinkan berdasarkan perjanjian itu tetapi masih jauh lebih rendah dari tingkat senjata 90 persen.

Teheran mencampakkan larangan pengayaan uraniumnya beberapa bulan setelah penarikan Trump dari perjanjian itu. Negara-negara lain dalam kesepakatan itu, Tiongkok, Perancis, Rusia, Inggris, dan Jerman berupaya menyelamatkan perjanjian itu tapi tidak berhasil.  (VOA)


Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini