|



Prancis Luncurkan RUU Baru Kontraterorisme dan Intelijen

Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin. (Foto: VOA)

Kapuasrayatoday.com
- Pemerintah Prancis, Rabu (28/4) meluncurkan rancangan undang-undang baru kontraterorisme dan intelijen. RUU itu untuk pencegahan yang lebih baik terhadap serangan terutama melalui pengawasan yang lebih ketat terhadap sejumlah situs ekstremis.

RUU itu, yang dipersiapkan selama berbulan-bulan, secara resmi diajukan dalam rapat kabinet, hanya beberapa hari setelah seorang petugas polisi Prancis dibunuh di dalam kantornya. Pihak berwenang sedang menyelidikinya sebagai serangan teroris.

Dalam konferensi pers, Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin menyatakan RUU itu akan memperkuat kewenangan badan intelijen Prancis untuk mengawasi aktivitas online masyarakat.

Salah satu yang dicakup dalam RUU itu akan memperluas penggunaan algoritme oleh intelijen Prancis untuk melacak ekstremis secara daring, metode yang sedang diujicoba sejak tahun 2015 untuk memantau beberapa aplikasi layanan pengiriman pesan.

Darmanin mengatakan penggunaan algoritme itu akan memungkinkan badan intelijen mengawasi orang yang telah beberapa kali mengakses situs ekstremis.

Warga negara Tunisia yang membunuh petugas polisi di Rambouillet, selatan kota Paris, pada Jumat lalu (23/4) menonton beberapa video ekstremis sebelum melakukan serangan, kata jaksa kontraterorisme.

Perdana Menteri Jean Castex menekankan bahwa RUU tersebut menjadi bagian dari kebijakan kontraterorisme pemerintah yang lebih luas sejak awal masa jabatan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada tahun 2017.

Beberapa undang-undang keamanan disahkan dengan sekitar 1.900 pekerjaan intelijen telah ditambahkan dan 36 serangan berhasil digagalkan dalam empat tahun terakhir, Castex menambahkan.

Pada tahun 2019 pemerintah Prancis juga menetapkan tugas jaksa kontraterorisme nasional supaya dapat berkoordinasi lebih baik dalam investigasi terkait berbagai penyerangan.

Darmanin menegaskan semakin sulit melacak ekstremis karena serangan tidak lagi dilakukan oleh orang-orang yang sebelumnya berperang di Suriah atau Irak. (VOA)


Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini