|



Koalisi Desak Pemerintah Tunda dan Evaluasi Terlebih Dahulu Rencana SKB 3 Kementerian/Lembaga terkait Pedoman Penerapan Regulasi UU ITE

Jakarta ,Kapuasrayatoday.com - Berdasarkan pemberitaan yang beredar di media, melalui Ketua Tim Kajian UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Sugeng Purnomo, Pemerintah sedang menjadwalkan penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga kementerian/lembaga tentang pedoman penerapan regulasi UU ITE. 

Ketiga kementerian/lembaga yang dilibatkan yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika, Polri, dan Kejaksaan Agung. 

Draf dan lampiran SKB tersebut pun telah disepakati dalam rapat di tingkat pejabat Eselon I tiga kementerian/lembaga tersebut yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD pada hari Kamis, 20 Mei 2021.

Sebelumnya, pemerintah telah membentuk 2 tim yang masing-masing bertugas membuat pedoman interpretasi dan yang mengkaji kemungkinan revisi UU guna merespon polemik mengenai keberadaan UU ITE. 

Alih-alih menyampaikan hasil kajian dan memaparkan serta mensosialisasikan kinerja kedua tim tersebut secara terbuka, Menkopolhukam dalam pernyataan pers 30 April 2021 menyampaikan tidak akan melakukan revisi UU ITE dan hanya mengambil pilihan mengenai pembuatan pedoman interpretasi.

Koalisi menilai bahwa dalam UU ITE, yang menjadi salah satu pokok permasalahannya adalah ketidakjelasan atau kekaburan norma hukum yang tercantum dari pasal-pasal yang selama ini lebih sering digunakan untuk mengkriminalisasi warganegara. 

Sedangkan, pedoman dibutuhkan untuk menegaskan kembali aturan yang telah ada. Sehingga, penerbitan pedoman dalam merespon polemik UU ITE justru merupakan langkah yang keliru. 

Koalisi juga mempertanyakan langkah dari Tim Kajian Revisi UU ITE untuk menambah pasal pidana baru, yaitu pasal 45C yang dalam pernyataan ke media akan berisi ancaman pidana untuk kabar bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat.

Penambahan pasal ini perlu dikritisi mengingat definisi “Kabar Bohong yang Menimbulkan Keonaran” banyak mengandung unsur karet, mulai dari definisi “Kabar Bohong” yang tidak ketat, begitu juga dengan perbuatan yang menimbulkan “Keonaran di Masyarakat” yang persyaratannya tidak semudah sekedar viral kemudian dianggap sebagai perbuatan onar.

Selain itu, koalisi menilai bahwa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan perbaikan atau revisi UU ITE, mengingat korban UU ITE terus berjatuhan dan sudah ada janji politik dari Presiden Jokowi, dan yang terpenting bahwa telah ada perumusan norma-norma hukum yang keliru dalam beberapa pasal UU ITE yang sering digunakan. 

Selain itu, koalisi juga menilai bahwa selama ini pemerintah melupakan BPHN dan Dirjen Perundang-undangan Kemenkumham yang memiliki mandat untuk melakukan evaluasi dan jika perlu mengusulkan perbaikan hukum yang telah ada. Namun jelas berdasarkan pernyataan perwakilan pemerintah, dalam rencana penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga kementerian/lembaga tentang pedoman penerapan regulasi UU ITE, kedua lembaga tersebut justru tidak dilibatkan sama sekali. 

Oleh karena itu, koalisi mendesak kepada pemerintah:

1. Menunda rencana penandatanganan SKB tentang pedoman penerapan regulasi UU ITE

2. Membuka akses dokumen SKB, baik draf maupun lampiran, kepada publik terlebih dahulu agar mendapatkan masukan dari publik. 

3. Melibatkan BPHN dan Dirjen Perundang-undangan Kemenkumham agar dapat mengevaluasi lebih komprehensif terkait implementasi UU ITE selama ini.

4. Memperhatikan aspirasi dan secara terbuka melibatkan masyarakat yang selama ini memberikan perhatian cukup serius terhadap implementasi UU ITE.

Atas nama Koalisi Serius Revisi UU ITE,

Amnesty International Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen, ELSAM, Greenpeace Indonesia, ICJR, ICW, IJRS, Imparsial, Koalisi Perempuan Indonesia, Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB) Makassar, KontraS, LBH Apik Jakarta, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers Jakarta, LeIP, Paguyuban Korban UU ITE (PAKU ITE), PBHI, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), PUSKAPA UI, Remotivi, Rumah Cemara, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Yayasan LBH Indonesia. (Rilis/red)


Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini