|



Ilham Bintang : Pewarta Warga Lebih Tinggi Dari Wartawan

Foto: ILham Bintang Wartawan Senior 
Nasional Yang Puluhan Tahun Hidupnya di Abadikan Dalam Dunia Pers

Jakarta,Kapuasrayatoday.com-
Sejalan dengan Fachrul, Ilham Bintang menegaskan bahwa eksistensi jurnalis warga memang tidak diatur secara detail dalam UU No. 40 tentang Pers, namun keberadaan dan kegiatan pewarta warga tidak ilegal. Keberadaan pewarta warga jelas disebutkan dalam pasal 17 UU Pers tentang peran serta masyarakat dalam dunia pers.

“Bahkan menurut saya, pewarta warga itu lebih tinggi statusnya di atas wartawan, karena menurut undang-undang ini, masyarakat bisa mengawasi, memantau dan menganalisis kerja-kerja wartawan, termasuk pelanggaran hukumnya, serta bisa menyampaikan usulan kepada Dewan Pers. Wartawan justru tidak diberikan hak tersebut,” ungkap tokoh wartawan nasional yang puluhan tahun hidupnya diabdikan di dunia pers ini.

Ilham Bintang juga menjelaskan tentang kedudukan media online dan media sosial yang menurut pendapatnya adalah media yang sah digunakan sebagai media pers. Hal itu dikaitkannya dengan Pasal 1 ayat (1) UU Pers. “Penggunaan perangkat internet seperti media online sebagai media pers adalah sah, tidak ilegal dan tidak memerlukan syarat macam-macam itu, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) UU Pers, menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia [5]. Media online dan medsos itulah yang dimaksud media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia ini,” jelas Bang IB, demikian ia selalu akrab disapa.

Satu hal yang menarik untuk dibahas lebih lanjut adalah perbedaan pandangan antara kedua pakar dan praktisi jurnalistik, Fachrul Razi dan Ilham Bintang, ini yakni terkait perlunya revisi UU Pers. 

Fachrul mengusulkan agar dilakukan pembenahan perundangan di bidang pers mengikuti perkembangan zaman di bidang pers, sementara Bang IB justru menolak gagasan tersebut karena menurutnya UU Pers ini sudah sangat bagus dan relevan untuk jangka panjang ke masa depan.

“Saya malahan kuatir, jika UU Pers ini dimajukan untuk direvisi atau amandemen, justru akan berpotensi besar untuk mengebiri kemerdekaan pers dan kita kembali seperti di masa orde baru. Jadi, saya pikir ini harus dicegah. Kalau terkait oknum pengurus Dewan Pers yang bermasalah, maka seharusnya lembaga itu saja yang kita benahi, tapi jangan UU Pers-nya yang kita utak-atik,” jelas IB berharap.

Narasumber keempat, Dr. Ibnu Mazjah, memaparkan tentang kebebasan pers yang dikaitkan dengan aturan internasional tentang Hak Azasi Manusia, yaitu Article 19 Universal Human Right Declaration (UHRD) [6]. Pasal 19 Piagam HAM PBB ini telah diakomodir dalam pasal 28 UUD hasil amandemen [7]. “Secara khusus, Pasal 28E menjamin Hak Azasi Manusia terkait kebebasan berpendapat dan menyampaikan pendapatnya di muka umum. Ini merupakan implementasi dari Article 19 UHRD,” ujar Dr. Ibnu Mazjah yang juga adalah Dosen Program Magister Ilmu Hukum Universitas Mathla’ul Anwar, Banten, sejak 2018 ini.

Event nasional ini didukung oleh beberapa sponsor, antara lain: Perhimpunan Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia (PPHRI), Swiss-Belresidences, Vision Villa, Fame Sunset Road Kuta Bali, dan Teras Kita Hotel.

[3] Pasal 17 ayat (1) dan (2) UU Nomor 40 tahun 1999 berbunyi: (1) Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa: a. memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers; b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.

[4] Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 40 tahun 1999 menyatakan: Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.

[5] Isi Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 40 tahun 1999: “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

[6] Article 19 UHRD: _Everyone has the right to freedom of opinion and expression; this right includes freedom to hold opinions without interference and to seek, receive and impart information and ideas through any media and regardless of frontiers._

[7] Pasal 28E UUD 1945 menyatakan: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.(Red)
Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini