|



Seniman Gunakan Lukisan untuk Hapus Prasangka Keliru Terkait Vitiligo


Martin Senkubuge, berbagi untuk menciptakan kesadaran tentang kondisi kulit vitiligo. (Foto:VOA)

Kapuasrayatoday.com - Vitiligo adalah penyebab kesengsaraan bagi jutaan orang di dunia. Penyakit autoimun ini dicirikan oleh munculnya bercak-bercak keputihan akibat pigmentasi kulit yang terganggu. Bagi orang berkulit gelap, kondisi vitiligo sulit disembunyikan sehingga banyak penderitanya mengucilkan diri. Di Kampala, Uganda, ada gerakan baru untuk meningkatkan kesadaran akan kondisi tersebut dan mendorong penderitanya keluar dari isolasi mereka.

Martin Senkubuge (25), menghabiskan sebagian besar waktunya di kamarnya yang kecil yang telah diubahnya menjadi studio seni di pinggiran ibu kota Uganda, Kampala. Ia menggunakan cat berbasis arang untuk membuat banyak lukisan potret yang menampilkan orang-orang dengan kondisi vitiligo.

Vitiligo adalah gangguan autoimun yang secara klinis ditandai dengan munculnya bercak putih yang disebabkan oleh kurangnya melanosit aktif, yakni sel yang memproduksi melanin di kulit. Bercak-bercak itu bisa muncul di mana saja di tubuh, termasuk di tangan dan wajah, sehingga kerap membuat para penderitanya merasa malu.Senkubuge belajar banyak tentang penyakit itu saat berusaha meraih gelar sarjana di bidang seni rupa. Ia sendiri tidak menderita penyakit itu, namun berusaha untuk menghapus prasangka keliru terkait vitiligo melalui karya-karya lukisnya.

Menurut Senkubuge, banyak orang percaya takhayul di Uganda dan mereka meyakini bahwa penyakit itu adalah pertanda buruk. Prasangka keliru itu sering memaksa para penderitanya menghindari situasi sosial, mengisolasi diri dan tenggelam dalam depresi.

Senkubuge mengatakan pada awalnya ia hanya ingin melukis potret orang-orang dengan kondisi vitiligo. Tapi sekarang, setelah mendengar cerita banyak penderitanya, ia ingin orang lain memahami apa yang mereka alami.

"Fokus utama bukanlah publik pada awalnya. Fokus utama adalah orang-orang itu sendiri, karena saya ingin mereka mengerti bahwa kita dapat membuat perubahan. Mereka umumnya sedih dan cenderung mengucilkan diri. Beberapa dari mereka bahkan tidak pernah melihat diri mereka sendiri di cermin. Anda tahu, ada seorang pria yang tidak pernah melihat dirinya di cermin selama 23 tahun, pahadal ia adalah seorang ayah dan memiliki seorang putri yang sangat cantik,” jelasnya.Eva Atukunda, salah satu model koleksi pertama lukisan Senkubuge, sering berhadapan dengan situasi tidak menyenangkan terkait kondisi kulitnya. Perempuan yang kini bekerja di Asosiasi Vitiligo Uganda ini terkena vitiligo setelah menderita malaria pada usia sepuluh tahun. Ia sempat bingung karena tidak ada obatnya, tapi kini pasrah.

Atukunda sering diintimidasi sewaktu masih bersekolah. Perlakuan tidak menyenangkan bahkan masih kerap dihadapinya pada saat ini karena ketidaktahuan orang akan vitiligo. Ia menceritakan pengalamannya naik kendaraan umum.

“Perempuan ini muncul dengan seorang temannya. Mereka mulai berbicara tentang kondisi saya karena waktu itu saya memiliki banyak bercak putih di sekitar mata, seperti lingkaran putih besar. Mereka kemudian mulai berbicara tentang penyebab vitiligo. Menurut mereka, keadaan saya ini terjadi karena orang tua saya telah mengorbankan sepasang anak kembar atau jika mereka tidak mengorbankan anak kembar, orang tua saya memakan beberapa bagian tubuh anak kembar mereka,” jelasnya.Santos Okot, seorang dokter kulit di Kampala yang berspesialisasi dalam mengobati vitiligo dan albinisme, meyakini, banyak pasien mencoba menyembunyikan kulit mereka di balik riasan dan pakaian karena berbagai mitos terkait vitiligo. Menurutnya, usaha Senkubuge untuk menghapus mitos sangat dihargai dan patut diberi acungan jempol.

Dokter yang bekerja di Rumah Sakit Rujukan Nasional dan Klinik Kulit Ngozi ini mengatakan, jumlah orang yang mencari pengobatan vitiligo secara bertahap kini meningkat, seiring dengan meningkatnya kesadaran tentang penyakit itu.

Meskipun tidak banyak pengetahuan ilmiah tentang penyebab vitiligo, Atukunda dan Senkubuge mengatakan, menciptakan pemahaman yang luas tentang penyakit ini adalah satu-satunya cara untuk mengubah cara masyarakat merespons kondisi kesehatan tersebut.(VOA)

Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini