|



Perbaikan Tata Kelola Lamban, Petani Sawit Geruduk Kantor KPPU dan Wilmar

 




Jakarta,Kapuasrayatoday.com -

Para petani kelapa sawit menyesalkan kelambanan upaya perbaikan 

tata kelola sawit oleh pemerintah maupun pelaku usaha di sektor tersebut. 

Kelambanan tersebut mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat terus terjadi terutama dalam program biodiesel wajib merugikan petani sawit di Daerah. 

Hal tersebut menjadi salah satu poin yang disampaikan para petani sawit dari 20 Kabupaten penghasil terbesar di Indonesia yang tergabung di dalam Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) 

dalam aksi beruntun di Kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Kantor Wilmar Group dengan tema Industri Untung Petani Buntung, Selasa (15/11).

Sekretaris Jendral SPKS, Mansuetus Darto mengatakan SPKS telah melaporkan tiga perusahaan grup sawit yang diduga telah melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha 

tidak sehat dalam industri sawit dan program biodiesel kepada (KPPU). Namun hingga saat ini lembaga tersebut belum menanggapi laporan menghadapi kata Darto.

“Kami meminta KPPU segera melaporkan laporan petani terkait dugaan monopoli 

dan persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan grup perusahaan penerima subsidi dan meminta kepada Pemerintah agar 10 grup perusahaan penerima subsidi terbesar 

termasuk Wilmar yang paling besar keuntungannya dari subsidi ini segera diaudit,” ujar Darto.

SPKS menengarai tiga grup Perusahaan yang disubsidi Pemerintah untuk menjalankan program mandatori Biodiesel dianggap melakukan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Tiga grup itu adalah Wilmar, Musim Mas, dan Permata Hijau.

SPKS menilai praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini terjaga karena difasilitasi oleh kebijakan pemerintah yang menggelontorkan subsidi bagi grup perusahaan sawit tersebut sejak program mandatori B20 hingga saat ini menjadi B30. 

Dalam kajian yang dilakukan SPKS mencatat terdapat 10 grup terbesar perusahaan sawit yang dijalankan 

usaha bahan bakar nabati (BU BBN) jenis biodiesel yang menerima subsidi dari dana sawit

selama periode 2019-2021, diantaranya Wilmar sebesar Rp.22,56 triliun, Musim Mas Rp.11,34 triliun, Royal Golden Eagle Rp 6,41 triliun, Sinar Mas Rp 5,53 triliun, Permata Hijau Rp 5,52 triliun, Darmex Agro Rp 5,4 triliun, Louis Dreyfus Rp 2,9 triliun sehingga titalnya menjadi Rp. 59.66 triliun.

Terungkapnya kasus mafia minyak goreng yang ditangani Kejaksaan Agung dalam beberapa bulan lalu seharusnya menjadi momentum bagi KPPU untuk mengusut tuntas 

beberapa perusahaan grup yang diduga menjadi pelaku dibalik masalah struktur yang persekongkolan pada industri sawit yang tentu saja menjadi akar persoalannya dalam penyediaan 

bahan baku untuk minyak goreng maupun biodiesel”, tegas Darto.

Lebih lanjut, Darto mengatakan bahwa praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

industri sawit semakin terjaga karena adanya perluasan lahan yang melampaui batas dalam 

aturan hukum, penguasaan suplai bahan baku, produksi dan ekspor oleh segelintir grup perusahaan sawit kelas kakap yang juga ditopang oleh kebijakan subsidi dalam program 

hilirisasi mandatori biodiesel. 

SPKS mencatat total pungutan ekspor CPO pada periode tahun 2019-2021 mencapai angka

Rp 70,99 triliun. Dalam periode tersebut (2019-2021) dana subsidi yang disalurkan kepada 

grup perusahaan sawit yang terintegrasi dengan BU BBN jenis biodiesel sebesar Rp 68 triliun.

Wilmar menjadi grup yang paling diuntungkan dari subsidi biodiesel dengan penerimaan

hampir 3 kali lipat dari jumlah pungutan ekspor yang dihimpun oleh Badan Pengelola Dana 

Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS). Dalam catatan SPKS dengan selisih antara pungutan ekspor dan subsidi biodiesel, Wilmar memperoleh surplus sebesar Rp 14,8 triliun.

Namun dari keuntungan ini, tidak ada program-program inovatif yang dilakukan perusahaan Wilmar untuk petani sawit di lapangan, justru banyak petani sawit sekitarnya menjual 

ke tengkulak.“Tidak memperkuat SDM Petani dan nihil mengembangkan ISPO-RSPO untuk petani sawit. Sementara klaim Perusahaan ini selalu dengan jargon sustainability. Ini praktek greenwashing,” tegas Darto lagi.

Tidak hanya itu, keuntungan perusahaan makin berlipat ganda, ketika terjadi penghentian ekspor CPO kelapa sawit beberapa waktu lalu, semua perusahaan membeli TBS (Tandan Buah Sawit) Petani murah, tetapi kemudian mereka menjual dengan harga yang tinggi saat ini, Namanya Industri menguntungkan petani buntung , 

tegas Darto Kembali.

Hal yang lebih ironis, surplus yang diterima oleh perusahaan sawit besar seperti Wilmar,

tidak sebanding dengan alokasi dana sawit untuk kebutuhan dasar petani sawit.Dalam

periode tahun 2015-2019, realisasi program peremajaan sawit rakyat atau PSR hanya sebesar Rp 2,7 triliun, pengembangan SDM sebesar Rp 140,6 miliar, dan pengadaan sarana prasarana sebesar Rp1,73 miliar.“Jika ketiganya digabungkan, totalnya bahkan tidak 

mencapai 10% dari total dana Rp 47,28 triliun yang dihimpun BPDPKS dalam periode tersebut', ujar Darto.

Darto mengatakan bahwa kebijakan pungutan ekspor CPO maupun tax atau bea keluar jelas menekan harga TBS yang diterima petani sawit, atau dengan kata lain, sumber pungutan 

bukan saja dari perusahaan sawit tetapi juga dari 41,35% (Data BPS 2019) perkebunan yang dikelola oleh rakyat. Sayangnya, dana ini dikembalikan kepada para petani, melainkan untuk subsidi industri biodiesel. Ini merupakan alarm serius kebijakan bahwa dana sawit tidak berpihak kepada petani sawit tutup Darto.

Sebagai impormasi : 

Narahubung : Marselinus Andri : 081314605024

Situs web; https://spks.or.id/

Tentang SPKS

Serikat Petani Kelapa Sawit didirikan tahun 2006 dengan visi mewujudkan petani kelapa sawit 

yang mandiri, sejahtera dan lestari dalam pengelolaan perkebunan. Hingga saat ini, ada 

sebanyak 58.000 anggota di 20 Kabupaten Penghasil Sawit. Kerja-kerja SPKS meliputi upaya 

membangun kelembagaan petani agar dapat dapat menjamin akses terhadap sarana produksi pertanian, keuangan dan pasar. Mendorong terwujudnya tata kelola perkebunan yang adil, 

transparan dan bertanggung jawab serta berpihak bagi petani kelapa sawit. Mendorong 

diversifikasi usaha tanaman untuk mendukung ketahanan pangan petani kelapa sawit.

Memperluas partisipasi disketor perempuan perkebunan kelapa sawit. Meningkatkan kesadaran masyarakat baik lokal, nasional maupun internasional untuk memperluas kendali bagi

organisasi dan petani kelapa sawit.

Editor. Sudarno

Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini