|

Pemilu 2024 Melakukan Kecurangan? Masa Depan Demokrasi Indonesia Dipertanyakan

Foto: Dionna Aurelia Winayu
Nim 21323113 Mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

Sanggau.kapuasrayatoday.com-
Pemilu 2024 telah usai, namun dampak yang ditimbulkan hingga saat ini masih terasa. Isu kecurangan pemilu ini menjadi sorotan yang mengundang berbagai reaksi dari berbagai pihak. Pemilihan umum merupakan salah satu momen penting dalam kehidupan demokrasi suatu negara. Namun, sayangnya, tidak jarang kerusuhan dan konflik sering kali mewarnai pada saat pelaksanaan dimana dapat mengancam stabilitas politik dan keamanan nasional. Kamis (20/06/2024)

Dionna Aurelia Winayu Mahasiswa Universitas Islam Indonesia 
yogyakarta mengatakan Ada berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya kericuhan pada saat pemilu, seperti ketegangan politik antar partai, manipulasi suara, ketidakpuasan terhadap hasil pemilu, dan ketidakpercayaan terhadap lembaga pemilihan. tuturnya

Sejak reformasi tahun 1998, fondasi demokrasi yang kuat telah di bangun oleh Indonesia dengan menggelar pelaksanaan pemilu secara berkala guna memilih presiden, anggota parlemen dan pemerintah daerah. 

Lanjut wanita cantik asal kembayan ini Setiap proses dari pemilu di Indonesia juga merupakan tonggak penting ketika ingin menentukan arah politik serta sebagai gambaran dari keinginan rakyat yang terwakilkan. 

"Pada pemilu tahun 2024, Indonesia telah menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan nasional. Dengan munculnya polarisasi politik yang kian meningkat, hingga fenomena kerusuhan dan konflik selama pemilu menjadi semakin besar." terangnya

Terdapat kecurangan pemilu yang ditemukan telah terjadi pada masa kampanye pemilu serentak 2024, kecurangan ini menjadi topik hangat selama mendekati masa pemungutan suara pada 14 Februari 2024. 

Hal ini menunjukkan berbagai persoalan yang terjadi sejak masa pencalonan hingga kampanye. Melihat berbagai kontroversi, kejanggalan dan adanya indikasi kecurangan di setiap tahapan pemilu, pada masa tenang tiba, catatan pemantauan masyarakat sipil menemukan adanya dugaan penyalahgunaan fasilitas negara dan berbagai persoalan lain. (ICW, 2024). 

Buntut dari fenomena kecurangan pemilu 2024 ini menimbulkan rusaknya kepercayaan terhadap proses dan institusi demokrasi. Seruan untuk reformasi pemilu dan menginginkan adanya transparansi telah dilakukan dimana harapannya tidak terjadi kejadian serupa di masa mendatang. 

Dengan melihat fenomena yang terjadi ini lalu timbul pertanyaan Bagaimana demokrasi Indonesia di masa depan?
Indonesia sebagai sebuah negara demokratis telah menjalani proses pemilihan umum yang telah dipersiapkan pada setiap periodenya. Pemilu 2024 ini menjadi sorotan utama dalam politik Indonesia. Meskipun pengumuman hasil resmi telah dikeluarkan, namun dinamikanya masih terus berjalan dan menimbulkan banyaknya kontroversi yang tidak hanya berakhir dengan penutupan kotak suara. 

Isu kecurangan yang seringkali sebagai bahan kapitalisasi oleh pihak yang kalah dan terlihat pada fenomena ini. Selain itu, manipulasi atas data pemilih juga menjadi perbincangan hangat dalam fenomena ini. Tuduhan ini mencakup para pemilih yang tidak memiliki hak untuk memilih didaftarkan dalam daftar pemilih atau sebaliknya, pemilih-pemilih yang seharusnya memiliki hak pilih mereka diretas oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. 

Tragedi seperti ini tentunya dapat merusak integritas dari pemilu dan timbulnya keraguan atas hasil yang nantinya diperoleh.

Selain tuduhan-tuduhan tersebut, terdapat pula kekhawatiran mengenai ketidaknetralan aparat penegak hukum dalam menjalani proses pemilu. Contohnya saja pada saat pemilihan presiden dimana masyarakat Indonesia merasa banyak terjadi kejanggalan. 

Menurut Prof. Valina banyak dari manuver yang tidak etis terjadi pada saat sebelum dilaksanakannya pemilu oleh elite politik. Hal ini seperti munculnya isu bahwa pemilu akan ditunda, isu akan perpanjangan masa jabatan Presiden, isu satu putaran pilpres dan cawe-cawe presiden saat masa pencalonan pilpres yang menjadikan opini publik semakin menguat mengenai ketidakjujuran dan ketidakadilan akan timbul pada saat pemilu. 

Fenomena yang terjadi pada saat proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dimana keputusan MK atas persyaratan untuk capres dan cawapres adalah dengan minimal batas usia 40 tahun. (FISIP UI, 2024).  

Keputusan yang dikeluarkan oleh MK menimbulkan kemarahan publik, lalu muncul lah seruan Mahkamah Etik MK. Dalam hal ini pula seorang MK tersebut diyakini merupakan saudara dari seorang Presiden Joko Widodo yang mana setelah Keputusan tersebut Gibran Rakabuming selaku anak dari seorang Presiden Joko Widodo mencalonkan diri sebagai Cawapres dari Prabowo Subianto. 

Lalu kericuhan juga terjadi pada tahap penghitungan suara, dimana terdapat versi manual, quick count dan Sirekap KPU. Keadaan tersebut semakin mendorong rasa ketidakpercayaan dari masyarakat mengenai fairness dan accuracy ketika proses penghitungan suara. Banyak dari mereka yang mengatakan bahwa “data dan informasi yang tidak akurat ini menunjukkan tata Kelola yang kurang profesional saat pemilu”.

Dengan berbagai kejanggalan yang terjadi tidak hanya dari satu paslon, pasalnya terdapat temuan yang mengabarkan bahwa pasangan Anies Baswedan dan Amin juga diduga melakukan kecurangan pemilu. Walaupun belum ada bukti secara resmi yang terlihat, dugaan yang ada juga menimbulkan gelombang diskusi yang luas di masyarakat. Anies juga mengambil langkah bahwa sepakat untuk mengajukan hak angket guna mengusut lebih lanjut atas dugaan kecurangan, dengan itu menunjukkan seriusnya isu ini di mata pihak yang bersangkutan. 

Komitmen dalam menjaga integritas proses demokrasi di Indonesia juga terlihat. Sementara itu, PDIP juga menjadi pemain penting dalam dinamika pasca-Pemilu 2024. Pihak PDIP dimana oleh tim Pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD secara resmi menurunkan surat kepada KPU dengan menolak adanya penggunaan aplikasi Sirekap ketika proses penghitungan suara. Partai ini menunjukkan keseriusan terhadap adanya transparansi dan akuntabilitas dalam proses perhitungan suara. 

Penolakan ini mempunyai alasan yaitu mulai dari kerentanan terjadinya manipulasi hingga kekhawatiran akan ketidakmampuan dari sistem dalam memastikan keabsahan hasil.
Tidak dapat kita pungkiri adanya isu kecurangan dalam pemilu ini selalu jadi titik sensitif pada proses pemilihan di Indonesia. 

Hal ini bukan hanya menunjukkan kekhawatiran terhadap integritas demokrasi. Namun juga menggambarkan kompleksitas politik dan dinamika persaingan antar partai. Dalam fenomena ini pihak yang kalah cenderung mengungkapkan narasi kecurangan yang dirasa sebagai alasan dari kekalahan, di sisi lain, pihak menang tentunya berusaha untuk mempertahankan legitimasi dimana pihak Prabowo Gibran yang telah dirasa melakukan kecurangan berkata bahwa tunjukkan bukti secara fakta bukan hanya narasi, dan menegaskan bahwa proses pemilu telah berlangsung secara fair. (Rofiq Hidayat, 2024).

Kontroversi yang terjadi mengenai kecurangan dalam Pemilu 2024 ini tentunya menimbulkan dampak yang tidak hanya berdampak pada hasil langsung dari pemilu, tetapi juga mempunyai konsekuensi untuk jangka panjang terhadap demokrasi Indonesia secara keseluruhan. Salah satu dampak yang paling nyata adalah dapat kita lihat pastinya kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga demokrasi dan proses politik secara umum yang mulai menurun.Ketika masyarakat telah hilang kepercayaan atas integritas pemilu yang dijalani, mereka cenderung meragukan legitimasi yang dijalani pemerintahan. Hal ini dapat mengarah pada polarisasi yang lebih besar dalam masyarakat serta ketidakstabilan politik yang berkelanjutan. Kepentingan guna memperbaiki dan memulihkan integritas pemilu menjadi semakin mendesak demi menjaga stabilitas demokrasi.

Melihat fenomena yang terjadi dapat kita lihat melalui pandangan dari Robert Dahl, menurutnya idealnya kekuasaan politik dalam masyarakat yang demokratis dapat terdistribusi dengan rata antar seluruh anggota masyarakat. Dengan begitu, proses politik akan berkembang dengan adanya partisipasi dari masyarakat. (FISIP UI, 2024). 

Perlu juga dalam negara kita ini membangun sarana untuk diskusi yang inklusif dan terbuka. Dengan adanya transparansi serta demokrasi piranti yang menguat dengan perlahan dapat mengurangi kecurangan yang terjadi, sehingga akan mendorong ke arah demokrasi berkualitas.

Prof. Valina juga pada suatu seminar menyatakan langkah-langkah yang dapat diambil untuk masa depan Indonesia. Yaitu dengan perbaikan kerangka hukum pada pemilu termasuk teknis dan sistem, sistem rekrutmen yang diperbaiki dalam penyelenggara pemilu, lalu tata Kelola dalam pemilu dapat menomor satukan democratic values dan moral values. (FISIP UI, 2024). 

Sementara dalam sisi politik makro, perbaikan masih harus digerakkan, terutama penguatan etika politik dan reformasi atas partai politik, penguatan terhadap Masyarakat sipil dengan cara Pendidikan demokrasi dan politik yang diperkuat, terakhir perbaikan dari akses-akses terhadap sumber daya ekonomi dan politik.

Penulis : Dionna Aurelia Winayu
Nim : 21323113
Instansi : Universitas Islam Indonesia 
yogyakarta
Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini