-->
    |

Jokowi Singgung UU Cipta Kerja dalam KTT G20

Presiden Joko Widodo mengikuti konferensi tingkat tinggi (KTT) G20 secara virtual dari Istana Bogor, Minggu, 22 November 2020. (Foto: VOA)

Kapuasrayatoday.com
- Presiden Joko Widodo menjelaskan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada Minggu (22/11), meski legislasi itu masih menjadi kontroversi di dalam negeri.

Jokowi mengatakan bahwa UU Cipta Kerja dapat mendorong ekonomi hijau dan membuka jutaan lapangan kerja baru. Berdasarkan World Economic Forum (WEF), kata Jokowi, peluang bisnis ekonomi hijau ini secara global bisa mencapai $10,1 trilun dan menciptakan 395 juta lapangan pekerjaan baru hingga 2030.

“Presiden di dalam pernyataannya juga menyampaikan bahwa UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan oleh parlemen juga memberikan kepastian terkait persyaratan izin lingkungan, analis dampak lingkungan, dan pembentukan dana rehabilitasi lingkungan," ujar Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam telekonferensi pers di Istana Kepresidenan Bogor, Minggu (22/11).

Selain itu, imbuh Retno, UU Cipta Kerja juga memberi perlindungan bagi hutan tropis sebagai benteng pertahanan terhadap perubahan iklim.

Lanjutnya, upaya-upaya Indonesia dalam rangka mendorong ekonomi hijau telah dilakukan antara lain dengan melakukan berbagai terobosan seperti memanfaatkan bio diesel B30, melakukan uji coba green diesel D100 dari bahan kelapa sawit dan menyerap lebih dari satu juta ton sawit produksi petani, serta memasang ratusan ribu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di sektor rumah tangga.

Dalam pertemuan yang bertema membangun masa depan yang inklusif, berkelanjutan dan berketahanan, para kepala negara ini membahas upaya penciptaan masa depan yang lebih baik, termasuk dalam upaya pengentasan kemiskinan, kesenjangan, antikorupsi, pemberdayaan perempuan, dan pemuda, pendidikan, pariwisata dan ekonomi digital.

“Selain itu dibahas juga mengenai pengendalian perubahan iklim dan kerja sama internasional mengenai lingkungan, terumbu karang, degradasi lahan, ketahanan pangan dan air,” ujar Retno.

Jokowi pun menyatakan bahwa pelajaran berharga dari pandemi Covid-19 ini adalah semua negara harus melakukan introspeksi bukan hanya untuk pulih dari krisis kesehatan dan ekonomi, tetapi tumbuh dan bangkit lebih kokoh lagi.

“Hal ini bisa di wujudkan jika terdapat visi besar, aksi besar ,dan perubahan yang besar. 'Big vision, big action and big transformation',” kata Retno.

Deklarasi Riyadh

Menlu Retno menyatakan, bahwa pada pertemuan G20 kali ini, para kepala negara telah menyepakati Riyadh Summit Declaration, yang berisi antara lain komitmen seluruh kepala negara G20 dalam mengatasi tantangan global termasuk pandemi Covid-19, serta upaya pemulihannya.

Kemudian menyepakati perpanjangan implementasi program penundaan pembayaran kewajiban utang bagi negara-negara miskin dan negara yang membutuhkan.

“Kemudian Riyadh Summit Declaration juga telah memuat upaya untuk menjamin dan memastikan akses dan pendistribusian Covid-19 tools, termasuk vaksin untuk semua,"kata Retno.

Deklarasi itu juga, imbuh Retno, memuat komitmen untuk mendukung negara berkembang dalam menghadapi tantangan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 serta mendukung pasar yang terbuka dan pemulihan perdagangan serta investasi.

Tuan Rumah 2022

Dalam kesempatan ini, Retno juga mengumumkan bahwa Indonesia akan memegang presidensi atau menjadi tuan rumah pertemuan G20 pada 2022. Jadwal tersebut dimajukan, dari semula pada 2023 karena pada tahun itu Indonesia akan memegang keketuan ASEAN.

“Maka Indonesia telah melakukan pembahasan mengenai waktu keketuaan G20 ini dengan India. Kebetulan India juga memiliki usulan yang sama, untuk dapat memegang presidensi G20 pada tahun 2023,” kata Retno.

Dengan demikian, papar Retno, Indonesia sudah akan masuk menjadi bagian troika troika G20 pada 2021.

Pelonggaran Utang

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dalam pertemuan G20 telah disepakati inisiatif untuk memberikan kelonggaran pembayaran utang bagi negara-negara miskin di dunia, karena sedang menghadapi situasi beban fiskal yang sangat besar akibat dihantam pandemi virus corona.

“Oleh karena itu inisiatif dalam bentuk DSSI, yaitu suatu inisiatif untuk memberikan kelonggaran pembayaran utang bagi negara miskin dilaksanakan. Ada 46 negara yang sudah eligible (memenuhi syarat.red) dari 77 negara yang eligible untuk mengikuti restrukturisasi utang tersebut, dengan total $4,9 miliar,” jelas Ani.

Demi mewujudkan hal tersebut, kata Ani, telah dilakukan koordinasi antara para kreditor yang ada di dalam Paris Club maun non Paris Club. Selain itu, juga dilakukan persuasi agar sektor swasta bisa turut berpartisipasi dalam pemberian kelonggaran bagi negara-negara miskin itu di dalam mencicil utang-utangnya.

Kebijakan Fiskal, Moneter Ketat

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia ini mengatakan bahwa pandemi ini telah menimbulkan kerusakan terutama di bidang ekonomi yang sangat besar di berbagai negara. Maka dari itu, negara-negara ini masih harus melakukan kebijakan yang sifatnya luar biasa atau extra ordinary, meskipun hal tersebut akan memperlebar defisit daripada fiskal di masing-masing negara.

“Pemulihan ekonomi harus terus di dukung oleh karena itu seperti kemarin disampaikan seluruh negara harus terus menggunakan instrument counter siklikalnya, terutama di bidang fiskal , moneter, dan kebijakan stabilitas sistem keuangannya, sampai pemulihan benar-benar bisa terjadi secara stabil,” ujar Ani.

Sementara itu, dari sisi pendanaan juga dibahas terkait untuk pengobatan maupun terapi, terutama dari sisi vaksin Covid-19. Hal ini, merupakan upaya daripada para pemimpin-pemimpin anggota G20 agar tercipta akses yang sama dan affordablelity dari terapi, pengobatan maupun vaksin Covid-19.

“Karena tidak akan ada pemulihan ekonomi, tanpa satu negara pun yang dikecualikan dari akses maupun affordability (keterjangkauan harga) dari vaksin tersebut,” jelasnya. (VOA)


Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini