|

POPSI Nilai Kebijakan Pemerintah Mensubsidi Industri Biodiesel (B30) Menghianati Rakyat Dan Mematikan Petani Sawit

Jakarta, Kapuasrayatoday.com - 
Persatuan organisasi petani sawit (POPSI) pada Jum'at (5/6) 2020 sore mengelar konferensi pers melalui vidio compren membahas kenaikan pungutan dana ekspor crude palm oil (CPO) di tengah kesulitan petani kelapa sawit menghadapi covid-19.

Dalam situasi yang serba sulit saat ini,  pemerintah justru mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada industri biodiesel.

Sementara penurunan harga Tandan
Buah Sawit (TBS) dan kenaikan harga input pertanian seperti pupuk hampir terjadi diseluruh Indonesia justru diabaikan.

Berikut keterangan lengkap analisis dan pernyataan sikap para ketua organisasi petani sawit yang diterima redaksi Kapuasrayatoday.com Jumat (5/6) sore :

Pemerintah menggulirkan subsidi yang bersumber dari APBN bagi industri biodiesel (B30) melalui
program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar 2,78 triliun.

Kebijakan tersebut kembali menguntungkan industri biodiesel, karena sebelumnya industri tersebut juga sudah mendapatkan dana dari BPDPKS sebesat 85% dari hasil yang dikumpulkan oleh BPDPKS sebesar Rp 38,7 triliun sejak 2015 hingga 2019.

Sementara untuk petani sampai dengan tahun 2020 baru sekitar 1,7 triliun melalui program PSR.

Subsidi kepada industri biodiesel ini kemudian diklaim oleh Bandan Pengelola Dana
Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) melalui pers rilisnya pada tanggal 30 mei 2020 dengan judul
"Pemerintah melalui BPDPKS Kucurkan Rp 2,78 triliun untuk Pengembangan Sawit Berkelanjutan". Hal tersebut sebagai bentuk dukungan untuk pengembangan sawit berkelanjutan yang mencakup
peremajaan, sarana dan prasarana, serta pembinaan sumber daya manusia di sektor sawit.

POPSI menilai, semestinya Industri biodiesel tidak perlu disubsidi melalui APBN. Sebab rata-rata pemilik industry ini adalah taipan
sawit Indonesia yang sudah menguasai ratusan ribu hektar lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Dalam laporan yang direlease oleh TuK Indonesia, kekayaan 29 konglomerat yang berbisnis dibidang kelapa sawit Indonesia diperkirakan setara dengan 67 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) tahun 2017.

Pada periode itu, pemerintah menganggarkan APBN sebesar Rp 2.080 triliun yang terdiri dari belanja pemerintah pusat, transfer ke daerah dan dana desa. Sedangkan total kekayaan 29 taipan
tersebut tercatat mencapai US$ 88 miliar atau setara Rp 1.241 triliun (mengacu kurs Rp14.112 per dolar AS).

Pada
bulan Februari lalu pun, grup Wilmar yang mengelola 2,5 juta KL dari program B30, menyumbang Rp. 1
Triliun rupiah untuk pencegahan covid-19 di Indonesia.

Hal Ini menunjukkan bahwa Industri biodiesel masih mampu untuk mempertahankan industrinya.

Perusahaan biodiesel wilmar misalnya, memiliki kekayaan
sekitar US$ 1,7 miliar, Musim mas US$ 1,5 miliar. Angka tersebut setara dengan Rp 21 triliun dan
Sinar mas memiliki Kekayaan bernilai US$ 8 miliar atau setara dengan Rp11,3 triliun

Yang menjadi masalah menurut persatuan organisasi petani sawit (POPSI), pada saat yang bersamaan, pemerintah justru memberikan subsidi kepada industri biodiesel, dan menaikan pungutan CPO/dana sawit dari 50 USD /Ton menjadi 55 USD /Ton yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 57/PMK 05/2020 Tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Dengan pungutan 50 USD/ton saja petani mengalami penurunan harga TBS sekitar Rp 120-150/kg. Dengan dinaikannya pungutan tersebut sudah barang tentu berdampak pada harga TBS di tingkat petani.

Jika pengusaha mengalami kerugian,  pemerintah dengan berbagai langkah melakukan perbaikan. Sementara petani yang bertahun-tahun mengalami kerugian tidak ada upaya dari pemerintah. Harga TBS tidak layak, tidak ada subsidi untuk petani.

Kenapa ini bisa terjadi ? Ini akibat adanya oligarki politik dan
oligarki korporasi, dimana oligarki korporasi telah menguasai oligarki politik sehingga regulasi ataupun
kebijakan yang tidak menguntungkan pengusaha tidak akan terjadi dan pemerintah maupun partai
politik akhir-akhir ini tidak berpihak pada rakyat.

Dari penanganan pemerintah untuk covid-19 dan penataan industry biodiesel, petani cendrung
disingkirkan. Petani bahkan tidak terlibat sedikitpun dalam rantai pasok biodiesel karena rata-
rata bahan baku untuk program B30 ini dipasok dari kebun yang dimiliki oleh perusahaan sendiri
dan perusahaan pihak ketiga yang tidak memiliki industry biodiesel. Ini adalah program yang
syarat kepentingan industry, bukan petani kelapa sawit. Petani kelapa sawit selalu dijadikan
obyek oleh koorporasi biodiesel dengan mengklaim bahwa B30 untuk petani kelapa sawit
padahal itu adalah bentuk penipuan yang nyata.


Berikut pernyataan dari pembina POPSI dan para Ketua Umum dari Asosiasi Petani Sawit ;

1. Ketua Dewan Pembina POPSI Ir.Gamal Nasir menjelaskan
Untuk program Biodiesel B30 hingga B100 nanti, seyogyanya Industri Biodiesel harus mengambil TBS
Petani sebagai bahan bakunya, agar hal ini bisa terlaksana maka Kementrian ESDM segera
membuatkan payung hukumnya tentang Industri Biodiesel tersebut. Diketahui selama ini bahwa
Industri biodiesel itu disuarakan sebagai penopang atau menyangga harga TBS petani, ternyata tidak
satu pun Industri tersebut mengambil bahan bakunya dari TBS Petani. Petani selalu tertekan karena
harga pasar TBS petani tidak mempunyai nilai tawar.

2. Mansuetus Darto, Sekjen Nasional SPKS menjelaskan apa yang dilakukan pemerintah dengan
melakukan subsidi kepada industri biodiesel sangat tidak wajar karena saat ini yang menghadapi masalah dalam situasi wabah covid-19 adalah petani sawit di hulu. Dengan turunnya harga TBS
disemua daerah, seharusnya pemerintah fokus untuk membantu petani sawit hingga akhir tahun
mendatang dengan mengalokasikan dana BPDP-KS tersebut untuk disubsidi lansung ke petani melalui dana desa.

3. Setiyono, Ketua Umum Aspekpir Indonesia menjelaskan;
Sekarang harga minyak mentah sedang turun, jadi biodiesel sebaiknya distop dulu karena butuh dana yang besar. Lebih baik harga minyak mentah yang turun ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan
energi nasional. Anggaran biodiesel yang ditetapkan BPDPKS Rp 4,5 triliun lebih baik dialihkan untuk
petani baik peremajaan, memperbesar dana sarana dan prasarana, juga pelatihan SDM petani.
Pemerintah tetap menjalankan program biodiesel dan untuk menambah kekurangan diambil dari
APBN Rp 2,78 triliun dan tambahan pajak ekspor Rp 760 miliar.

Demi biodiesel maka keluar PMK no
57/PMK05/2020 yang mengenakan pungutan USD 55/ton ekspor CPO. Padahal sebelumnya
pungutan berdasarkan harga CPO. Bila dibawah USD 570/ton tidak dikenakan pungutan, USD570-
USD619 dikenakan USD25/ton dan diatas USD619/ton dikenakan USD 50/ton.

Sekarang demi kelangsungan hidup pabrik biodiesel semua dirubah. Setelah pada tahun terakhir ini
pungutan nol karena harga dibawah USD570 sekarang tiba-tiba dipungut dengan tingkatan harga
tinggi pada masa lalu.

Hal ini pasti akan berpengaruh pada petani karena PKS akan mebebankanya pada pembelian TBS petani. Indeks K yang mempengaruhi harga TBS akan berubah karena faktor ini.

4. Tolen Kateren, Ketua Umum Samade, mengatakan beberapa point ;
a. Kita sebagai petani berterima kasih kepada pemerintah tetap memperhatikan sektor perkebunan
khususnya sawit.
b. Namun kita meminta pemerintah juga harus jeli melihat situasi dengan keadaan sekarang dimana
harga minyak bumi jauh dibawah harga sawit sehingga subsidi B30 jauh lebih besar dibanding
dengan penyaluran langsung ke petani sawit.
c. Menurut kita sebagai petani, yang harus di subsidi adalah petani, bukan pengusaha yang sampai
2.8 triliun dengan menambah pungutan terhadap export sawit. hal ini akan berdampak pada harga TBS Petani, sekarang saja sudah ada petani menerima harga TBS nya hanya Rp.750/kg.
d. Apabila tetap di subsidi B30 kita minta pemerintah ikutkan petani dalam tata kelola biodiesel
dengan memasukkan petani sebagai rantai pasok bahan baku b30, atau buatkan Industri Hilir utk
petani yg memproduksi Biodiesel yg memenuhi kebutuhan dalam negeri.
e. Dengan adanya pungutan export, kita sebagai petani meminta kepada bpdp untuk memberikan
dana tersebut kepada petani sesuai porsi nya yaitu luasan kebun petani 41% dr total kebun sawit
di indonesia atau 36% dari besarnya produksi CPO Indonesia, Kita mengusulkan Pengembalian
dana tsb bisa dlm bentuk sarpras, umkm petani, pembiayaan legalitas kebun Petani dan
penguatan kelembagaan petani. Sekarang ini Porsi B30 sebesar 80% dan yg lainya seperti PSR,
Sarpras, Peningkatan SDM Petani dan Reset sebesar 20% apakah adil ini.

5. Heri Susanto, Ketua Umum JAPSBI menjelaskan;
a. Pemerintah mendukung penyiapan kelembagaan tani dan SDM petani sawit (tidak
terbatas pada program PSR) melalui pelatihan/pendampingan manajemen dan
praktek perkebunan terbaik kelapa sawit
b. Memberdayakan sumberdaya lokal dari pegiat-pegiat sawit kecamatan/kabupaten
sebagai pendamping/surveyor program PSR (pemberdayaan dapat dilakukan dengan
pelatihan terlebih dahulu)
c. Memfasilitasi pendirian PKS PKS mini (skala kecil) untuk petani sawit yang diberi
akses khusus sebagai pemasok ke pabrik biodiesel
d. Membuat kebijakan pemberian akses khusus pada petani sawit dalam pasokan
kepada pabrik biodiesel (misalnya dengan pemberiaan kuota)

6. Sulaiman H Andi Loeloe, Sekjen DPP. Apkasindo Munas. Mengatakan Kenaikan pungutan
BPDP sebesar 5 USD/Ton sangat meruginakan petani, selain itu pungutan ini
hanya di nikmati  oleh industri biodiesel. bebrapa kebutuhan petani misalnya untuk
PSR tidak banyak terealisasi dilapangan.

Selain itu itu juga saat ini peningkatan SDM petani
tidak lagi dilakukan. Untuk subsidi biodiesel seharunya ditagungkan dulu pada saat ini karena
tidak lagi efisian lebih baik dana sawit difokuskan untuk sektor hulu kepeteni sawit
dengan menambah target PSR.

Karena itu, kami dari POPSI yang terdiri dari ASPEK-PIR, SPKS, SAMADE, APKASINDO, JAPSBI,
mendesak kepada Presiden RI untuk :

1. Membatalkan subsidi 2,78 Triliun rupiah kepada industri biodiesel sebab industri tersebut adalah milik taipan sawit dengan memiliki kekayaan kurang lebih 60% dari APBN Indonesia
dan dianggap mampu untuk menjalankan bisnisnya dari masalah covid-19 di Indonesia.

Sebagaimana diketahui, Malaysia membatalkan program pengembangan Biodiesel 20%-nya
karena mempertimbangkan ekonomi negara.

2. Membatalkan kenaikkan pungutan sawit dari 50 dollar menjadi 55 dollar sama halnya
membunuh petani kelapa sawit di tengah covid-19. Sebab potongan bagi CPO (Crude Palm
Oil), akan makin menurunkan harga TBS petani.

3. Alihkan dana BPDP-KS yang dipergunakan untuk industri biodiesel untuk subsidi lansung
kepada petani kelapa sawit melalui pembiayaan industri hilir petani dan UKM Sawit, sebagai
bentuk perlindungan negara atas gejolak harga pasar ditingkat petani kelapa sawit.

4. Hentikan pembangunan perkebunan skala besar yang dimiliki oleh Taipan sawit dan
perusahaan perkebunan untuk mencegah over supply. Program B30 adalah akibat dari salah
urus dalam tata kelola sawit Indonesia dengan membiarkan taipan sawit memperluas lahan
dan subsidi yang terus digulirkan bagi mereka.

5. Segera lakukan audit secara lansung bagi industri biodiesel yang selama ini memperoleh
subsidi dari pemerintah melalui dana yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa
Sawit.

6. Libatkan petani kelapa sawit Indonesia dalam rantai pasok dalam program B30, sebab
program ini hanya makin memperkaya taipan sawit dan konco-konconya dalam industri sawit
Indonesia.

7. BPDPKS agar membiayai Pra ISPO untuk petani kelapa Sawit dengan dasar menjalankan
Perpres 144 Tahun 2020 meliputi Pembiayaan untuk legalitas petani, pembiayaan untuk
pendampingan petani dan pembiayaan sertifikasi ISPO.

Sumber    Sekretariat POPSI Jakarta
Editor.       Sudarno
Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini