Dampak merokok pada keluarga. (foto: Suara.com) |
Tak hanya itu dari kebijakan ini potensi penerimaan negara dari cukai rokok pun akan berkurang.
Peneliti sekaligus Wakil Direktur Visi Integritas Emerson Yuntho mengatakan, dengan adanya diskon rokok ini, negara berpotensi kehilangan pendapatan mencapai Rp 2,6 triliun.
"Dalam catatan kita, penerimaan dari PPh badan akibat diskon rokok, simulasi sederhana kita ada Rp 2,6 triliun potensi kehilangan penerimaaan PPh Badan akibat diskon rokok dengan HJE 2020. Ini berdasarkan perhitungan simulasi data kajian Indef pada 2019," kata Emerson dalam sebuah diskusi online di Jakarta, Kamis (18/6/2020).
Tak hanya itu, kebijakan rokok murah ini juga sudah diprotes oleh banyak kalangan dari para akademisi, politikus hingga organisasi masyarakat.
"Kok rokok yang mengandung zat adiktif masih diberikan kemudahan. Cukai rokok memberikan penerimaan yang signifikan, ini urgensi KPK mengawal kebijakan cukai rokok," kata Emerson.
Emerson mengatakan, jangan harap angka konsumsi rokok pada anak-anak akan menurun dengan adanya kebijakan ini, meski setiap tahunnya pemerintah menaikkan tarif cukai rokok.
"Kenaikan tarif cukai tidak efektif menurunkan prevalensi perokok tanpa ada tindakan yang tegas," katanya.
Informasi saja, diskon rokok ini tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor 37 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Aturan itu merupakan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Ketentuan yang memperbolehkan diskon harga rokok itu pun tidak diubah saat PMK 146/207 direvisi menjadi PMK Nomor 156 Tahun 2018.
Beleid itu menyebutkan, harga transaksi pasar (HTP) yang merupakan harga jual akhir rokok ke konsumen, boleh 85 persen dari harga jual eceran (HJE) atau banderol yang tercantum dalam pita cukai.
Sehingga, konsumen mendapatkan keringanan harga sampai 15 persen dari tarif yang tertera dalam banderol.
Sumber: Suara.com