|



AD Thailand Bantah Manfaatkan Twitter untuk Sebarkan Informasi Keliru

Angkatan Darat Kerajaan Thailand (RTA) membantah memanfaatkan hampir 1.000 akun Twitter untuk memajukan agenda politik mereka, Jumat (9/10). (Foto: VOA)

Kapuasrayatoday.com
- Angkatan Darat Kerajaan Thailand (RTA) Jumat (9/10) membantah memanfaatkan hampir 1.000 akun Twitter untuk memajukan agenda politik mereka.

Pernyataan itu dikeluarkan menyusul keputusan perusahaan media sosial Twitter untuk menutup 926 akun yang berbasis di Thailand karena melanggar kebijakan-kebijakan antimanipulasi.

Twitter menyatakan, akun-akun itu terkait RTA dan menarget oposisi-oposisi politik RTA. “Akun-akun ini menyebarkan informasi-informasi yang pro-RTA dan propemerintah, dan menjelek-jelekkan tokoh-tokoh oposisi politik terkemuka,” kata Twitter.

Menanggapi pernyataan Twitter itu, Wakil Juru Bicara RTA, Sirichan Ngathong, membantah akun-akun tersebut milik RTA. Ia menegaskan, para pemilik akun-akun tersebut tidak diketahui secara pasti.

“Isu bahwa RTA menyebar informasi keliru lewat akun-akun itu tidak benar. Kami tidak melakukannya. Itu bukan alasan kami menggunakan Twitter,” katanya kepada wartawan, sambil menegaskan bahwa RTA hanya memiliki satu akun Twitter resmi.

RTA sebelumnya juga membantah tudingan oposisi bahwa mereka melangsungkan serangkaian operasi informasi melalui media sosial Media sosial memang memainkan peran yang sangat berpengaruh dalam protes-protes antipemerintah selama tiga bulan terakhir.

Meski demikian Twitter menyatakan, akun-akun yang diblokir itu tidak banyak berpengaruh. Data dari Twitter menunjukkan, lebih dari dua pertiga jumlah akun itu tidak memiliki pengikut.

Sebuah studi yang dilakukan Stanford Internet Observatory (SIO), sebuah kelompok riset di Universitas Stanford, mengungkapkan lebih dari setengah akun-akun itu tidak pernah memposkan apapun dan kebanyakan cuitan yang diposkan pun tidak mendapat tanggapan. “Ini operasi terkoordinasi namun tidak banyak berpengaruh, “ sebut SIO.

Twitter juga memblokir sejumlah akun lain yang diduga bukan akun resmi pemerintah Iran, Arab Saudi, Kuba dan Rusia. (VOA)


Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini