|



Paus Fransiskus Revisi UU Gereja Katolik soal Pelecehan Seksual

Paus Fransiskus di Vatikan (Foto: VOA) 


 Kapuasrayatoday.com - Paus Fransiskus membuat perubahan besar pada undang-undang Gereja Katolik tentang pelecehan seksual. Revisi itu tidak hanya untuk menghukum orang-orang dalam gereja itu yang melakukan pelecehan, namun juga mempersulit pejabat gereja untuk menutupi pelanggaran yang dilakukan para pastor.

Paus Fransiskus membuat revisi terhadap undang-undang gereja yang telah lama ditunggu-tunggu. Perubahan yang luas itu memberi perhatian khusus pada mereka yang melakukan kejahatan terkait pelecehan seksual.

Pelecehan anak di bawah umur yang sebelumnya merupakan pelanggaran dalam "Kejahatan terhadap Kewajiban Khusus," kini diubah menjadi "Pelanggaran terhadap Kehidupan, Martabat, dan Kebebasan Manusia".

Paus Fransiskus menyampaikan pidato mingguannya dari perpustakaan di Istana Apostolik, Vatikan, 11 November 2020. (Vatican Media/Handout)Kepala bagian yang bertanggung jawab atas proyek itu, Monsinyur Filippo Iannone menjelaskan maksud di balik perubahan itu. Ia mengatakan, tujuan revisi itu adalah menegaskan kembali betapa besar kejahatan itu dan perhatian yang harus diberikan kepada para korban pelecehan.

Sejak terpilih pada tahun 2013, Paus Fransiskus menentang pelecehan seksual di gereja dan menerapkan perubahan yang bertujuan membawa mereka yang bertanggung jawab ke pengadilan. Paus berupaya keras untuk semakin transparan dan tidak menutup-nutupi mereka yang terlibat pelecehan.

Ketika menyampaikan revisi itu hari Selasa (1/6), pejabat-pejabat Vatikan mengatakan perubahan itu akan berlaku 8 Desember, sewaktu gereja memperingati hari Santa Maria Tak Bernoda. Perubahan pada undang-undang gereja itu menyadari bahwa anak di bawah umur dan orang dewasa sama-sama bisa menjadi korban pelecehan. Selain itu, pastor dan orang awam yang menjabat di gereja harus bertanggung jawab atas pelanggaran seksual.

Sementara pejabat gereja bisa dipecat, anggota biasa akan menebus pelanggaran mereka dengan kehilangan pekerjaan atau posisi mereka dalam komunitas ataupun didenda. Undang-undang baru juga memasukkan ke dalam kejahatan tindakan seperti "menyiapkan" anak di bawah umur atau orang dewasa yang rentan untuk pelecehan seksual. Kepemilikan pornografi anak juga termasuk kejahatan dalam undang-undang baru itu.

Perubahan itu juga mempersulit pelaku untuk dibela atasan yang menutupi perbuatan mereka. Tindakan menutupi kejahatan itu tidak bisa ditoleransi lagi dan mereka yang tidak bertindak terhadap pelanggaran itu akan dimintai pertanggungjawaban dan dihukum atas kelalaian mereka.

Menurut Monsinyur Iannone, ada kebutuhan untuk menegakkan hukum pidana itu karena beberapa situasi yang tidak beres dalam komunitas. Tetapi yang terpenting, seperti yang ia katakan, karena "skandal baru-baru ini terkait pedofilia, memalukan dan sangat serius."Ia menambahkan, selama ini "terjadi kelambanan dalam penafsiran hukum pidana," di mana belas kasih kadang-kadang diberikan di atas keadilan.

Monsinyur Iannone mengatakan keadilan mengharuskan agar peraturan yang dilanggar ditegakkan kembali. Pada akhirnya para korban diberi kompensasi dan pelaku dihukum dan menebus kesalahan mereka. 

(VOA) 

Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini