Sekadau, Kapuasrayatoday.com – Sebuah tonggak penting dalam upaya pelestarian lingkungan telah tercapai hari ini melalui deklarasi Hutan Adat di Desa Nanga Pemubuh, Kecamatan Sekadau Hulu, Kabupaten Sekadau,
provinsi Kalimantan Barat Selasa (4/3) 2025.yang ditandatangani oleh Bupati Sekadau, Aron S.H.
Peresmian kawasan Hutan Adat ‘Rimba Kobar’ seluas 268 hektare ini merupakan hasil kolaborasi antara
Pemerintah Desa Nanga Pemubuh, Pemerintah Daerah Kabupaten Sekadau, Serikat Petani Kelapa Sawit
(SPKS) Sekadau, Masyarakat Adat dan Kaoem Telapak. Dan menandai komitmen bersama dalam
menjaga kelestarian hutan sebagai sumber kehidupan Masyarakat Adat, terutama sub suku Dayak Kerabat dan
Dayak Benawas, serta sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim.
Bupati Sekadau, Aron, S.H., memberikan apresiasi yang tinggi terhadap inisiatif peresmian Hutan Adat
Rimba Kobar. Menurutnya pengakuan Hutan Adat Rimba Kobar adalah langkah besar dalam menjaga
ekosistem serta mendukung kesejahteraan masyarakat desa Nanga Pemubuh. “Ini menambah
keberhasilan Kabupaten Sekadau dalam upaya melestarikan dan menjaga hutan. Ke depannya, kami akan
terus memberikan dukungan terhadap inisiatif-inisiatif serupa agar semakin banyak hutan yang terjaga,
sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar,” ujar Aron.
Hutan Adat atau ‘Tembawang’ merupakan sumber penghidupan bagi Masyarakat Adat dan komunitas lokal
sekitar. Hutan Adat Rimba Kobar kaya akan hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti cempedak, petai, ‘buah
mak’ (sawo), kedondong, rambutan, serta berbagai tumbuhan obat dan rempah alami. Bagi Masyarakat
Adat, hutan juga merupakan ‘benteng air’ yang menjaga ketersediaan air bersih. Tanpa hutan, sungai di
sekitar desa akan tercemar dan mengering, Dan dapat mengancam sumber kehidupan mereka.
Kepala Desa Nanga Pemubuh, Lorensius Leli menyatakan, “Dengan ditetapkannya hutan tersebut
menjadi hutan adat, paling tidak kita sudah menjalankan amanah orang tua zaman dahulu untuk menjaga
dan melindungi hutan, serta tidak mengubahnya menjadi lahan sawit. Setidaknya anak cucu kita nanti
masih bisa melihat seperti apa hutan itu. Bahkan jika daerah kita masih banyak hutan, kita secara tidak
langsung juga menyelamatkan dunia, karena hutan adalah paru-paru dunia.”
SPKS Sekadau dan Kaoem Telapak melakukan serangkaian kegiatan yang dimulai dari pemetaan wilayah,
pemetaan sosial, dialog, dan pertemuan kampung untuk mewujudkan penetapan hutan adat melalui
peraturan desa. Mohtar, ketua SPKS Sekadau, menyebutkan, ”Sebagai petani kelapa sawit yang juga
merupakan bagian dari Masyarakat Adat, kami berkepentingan untuk melindungi warisan leluhur kami.
Dengan diresmikannya hutan adat ini, kami membuktikan bahwa petani kelapa sawit juga berperan aktif
dalam pelestarian hutan.”
Presiden Kaoem Telapak, Mardi Minangsari, menutup, “Kami berharap keberhasilan kolaborasi Kaoem
Telapak dan SPKS Sekadau menjadi contoh baik dan menginspirasi inisiatif serupa di tempat lain. Kami
akan berupaya melanjutkan inisiatif ini sebagai bagian dari upaya pengakuan hak masyarakat adat dalam
pengelolaan dan perlindungan hutan, sehingga kelestarian hutan tetap terjaga hingga genera. (Tim/*)