|



China Tolak Berikan Data Awal COVID-19 pada Tim WHO

Anggota tim Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyelidiki asal virus corona COVID-19 mengenakan alat pelindung diri (APD) saat mengunjungi pusat pengendalian dan pencegahan penyakit bersumber hewan di Wuhan, Provinsi Hubei, 2 Februari 2021. (Foto: VOA)

Kapuasrayatoday.com -
China menolak untuk memberikan data mentah terkait kasus awal COVID-19 kepada tim yang dipimpin Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang menyelidiki asal-usul pandemi. Salah satu penyelidik tim mengatakan hal tersebut berpotensi mempersulit upaya untuk memahami bagaimana wabah itu dimulai.

Tim tersebut meminta data mentah pasien terkait 174 kasus COVID-19 yang telah diidentifikasi oleh China dari fase awal wabah yang terjadi di di Kota Wuhan pada Desember 2019, serta kasus lainnya. Dominic Dwyer, pakar penyakit menular Australia yang tergabung dalam tim, mengatakan China hanya memberikan ringkasan.

Data mentah seperti itu, kata Dwyer, dikenal sebagai "tabel wabah" atau "line listings". Biasanya data tersebut anonim, tetapi berisi rincian seperti pertanyaan apa yang diajukan kepada pasien, tanggapan mereka dan bagaimana tanggapan itu dianalisis.

“Itu (permintaan data mentah) adalah praktik standar untuk penyelidikan wabah,” katanya kepada Reuters pada Sabtu (13/2) melalui panggilan video dari Sydney, tempat dia saat ini menjalani karantina.

Dia mengatakan bahwa mendapatkan akses ke data mentah sangat penting karena hanya setengah dari 174 kasus itu, terkait dengan Pasar Huanan, pusat makanan laut grosir yang sekarang ditutup di Wuhan. Pasar itu adalah tempat virus itu terdeteksi pada awalnya.

“Itu sebabnya kami bersikeras meminta itu,” katanya. "Mengapa (data ) itu tidak diberikan, saya tidak bisa berkomentar. Entah karena alasan politik atau waktu atau karena sulit ... Namun, apakah ada alasan lain mengapa datanya tidak tersedia, saya tidak tahu. Kami hanya bisa berspekulasi,” ujarnya.

Meski otoritas China memberikan banyak materi, dia mengatakan masalah akses ke data mentah pasien akan dicantumkan dalam laporan akhir tim.

“Orang-orang WHO pasti merasa bahwa mereka telah menerima lebih banyak data daripada yang pernah mereka terima pada tahun sebelumnya. Jadi itu sendiri sudah merupakan kemajuan."

WHO, Jumat (12/2), mengatakan ringkasan terkait temuan tim dapat dirilis paling cepat minggu depan.

Penyelidikan yang dipimpin oleh menghadapi sejumlah kendala, seperti penundaan, kekhawatiran atas akses dan pertikaian antara Beijing dan Washington. AS menuduh China menutup-nutupi wabah awal dan mengkritik persyaratan kunjungan WHO ke China. Persyaratan itu mengatur agar para ahli China melakukan penelitian tahap pertama.

Tim, yang tiba di China pada Januari dan menghabiskan empat minggu untuk mempelajari asal-usul wabah COVID-19, hanya bisa melakukan kunjungan ke tempat-tempat yang diorganisasi oleh China. Tim WHO juga dicegah untuk memiliki kontak dengan anggota komunitas, karena pembatasan kesehatan. Dua minggu pertama dihabiskan di karantina hotel.

Penolakan China untuk menyerahkan data mentah tentang kasus awal COVID-19 telah dilaporkan sebelumnya oleh Wall Street Journal pada Jumat (12/2).

WHO tidak membalas permintaan Reuters untuk memberikan komentar. Kementerian Luar Negeri China tidak segera menanggapi permintaan komentar, tetapi Beijing sebelumnya membela transparansi dalam menangani wabah dan kerja sama dengan misi WHO.

Dwyer mengatakan pekerjaan di dalam tim WHO berjalan harmonis tetapi terkadang ada "argumen" dengan mitra dari China mengenai interpretasi dan signifikansi data, yang digambarkan sebagai "alami" dalam penyelidikan semacam itu.

“Kami mungkin membicarakan tentang rantai dingin dan mereka mungkin lebih tegas tentang apa yang ditampilkan datanya daripada apa yang mungkin pernah kami lakukan, tetapi itu wajar. Apakah ada tekanan politik untuk memiliki pendapat yang berbeda, saya tidak tahu. Mungkin ada, tapi sulit untuk diketahui.”

Rantai dingin mengacu pada pengangkutan dan perdagangan makanan beku.

Beijing berusaha meragukan anggapan bahwa virus corona berasal dari China, merujuk pada makanan beku impor sebagai sarana penyebaran.

Pada Selasa (9/2), Peter Ben Embarek, yang memimpin delegasi WHO, mengatakan penularan virus melalui makanan beku adalah suatu kemungkinan, tetapi menunjuk ke pedagang pasar yang menjual produk hewan beku termasuk hewan liar yang dibudidayakan sebagai hal yang perlu dipelajari lebih lanjut.  (VOA)


Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini