|



Uni Eropa Dorong Perlindungan Warga Miskin dari Dampak Lonjakan Harga Bahan Bakar

SPBU milik BP di London selatan, Inggris, 27 September 2021 terlihat sedang kehabisan bahan bakar. (Foto:VOA)

Kapuasrayatoday.com - Cabang eksekutif Uni Eropa, Rabu (13/10), menyarankan 27 negara anggotanya untuk mengadopsi pemotongan pajak, pemberian bantuan negara dan langkah lainnya untuk membantu rumah tangga dan dunia bisnis mengatasi dampak tingginya harga bahan bakar, yang telah memicu perdebatan baru terkait penggunaan tenaga nuklir.

Setelah mengalami ketidakstabilan ekonomi selama berbulan-bulan akibat pandemi virus corona, Komisi Eropa menginginkan tanggapan gabungan nan cepat untuk mengurangi dampak kenaikan harga, terutama bagi orang-orang yang hidup dalam kemiskinan atau berpenghasilan rendah.

Peraturan kami sudah mengizinkan dan bahkan mendorong negara-negara anggota untuk mengambil tindakan. Ini mungkin tampak sulit bagi negara-negara anggota yang masih belum pulih dari kehancuran pandemi," ujar Komisioner Energi Uni Eropa, Kadri Simson.

"Akan tetapi, pendapatan ETS atau Sistem Perdagangan Emisi terus meningkat, dan kami meminta negara-negara anggota untuk menggunakan pendapatan tambahan itu untuk mengatasi dampak sosial dari lonjakan harga bahan bakar jika diperlukan," lanjutnya.

Untuk membantu konsumen, Komisi Eropa mengusulkan negara-negara menawarkan bantuan pemasukan melalui voucher, penangguhan pembayaran tagihan atau pembayaran tagihan sebagian, yang dapat didanai melalui pendapatan dari sistem perdagangan emisi Uni Eropa.Rekomendasi lain bagi pemerintahan negara-negara anggota antara lain memberikan perlindungan untuk menghindari pemutusan layanan (listrik dan internet), pemotongan tarif pajak dan bantuan bagi perusahaan atau industri tertentu.

Komisi Eropa juga ingin mencari langkah-langkah jangka panjang untuk mempersiapkan Uni Eropa menghadapi kemungkinan guncangan harga seperti itu, termasuk mempercepat investasi dalam sumber energi terbarukan dan mengembangkan kapasitas penyimpanan energi.

Simson bersikeras bahwa lonjakan harga bahan bakar bukan diakibatkan oleh kebijakan iklim blok tersebut, ataupun karena biaya energi terbarukanSaya ingin mengklarifikasi. Kita tidak sedang menghadapi kenaikan harga bahan bakar yang disebabkan oleh kebijakan iklim yang kita ambil, atau karena energi terbarukan itu mahal. Kita menghadapi ini karena harga bahan bakar fosil melonjak. Kita belum punya cukup sumber energi hijau dan murah untuk semua orang. Kita perlu mempercepat transisi hijau itu, bukan malah memperlambatnya," ujarnya.

Sementara itu, permintaan batu bara dan gas alam telah melampaui level tertinggi sebelum pandemi COVID-19, disusul permintaan minyak – menunjukkan terjadinya kemunduran dari harapan bahwa pandemi akan memacu percepatan transisi dari bahan bakar fosil ke energi bersih.

Pasokan batu bara global sendiri terbatas, karena China, yang memasok separuh total produksi dunia, telah memperketat peraturan keselamatan di pertambangan setelah serentetan kecelakaan, sehingga melemahkan pasokan.

Hal itu membuat China mengimpor lebih banyak batu bara dari Indonesia, menyisakan lebih sedikit pasokan bagi importir lain seperti India(VOA)









Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini