|



Mantan Presiden Afghanistan Mengaku Tak Punya Pilihan Selain Meninggalkan Kabul

Mantan presiden Aghanistan Ashraf Ghani berbicara melalui tayangan video untuk pertama kalinya sejak melarikan diri dari Afghanistan, 18 Agustus 2021.(Foto:VOA)

Kapuasrayatoday.com - Mantan presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, mengatakan dia tidak punya pilihan selain mendadak meninggalkan Kabul ketika Taliban mendekat. Ia juga menyangkal adanya kesepakatan yang saat itu tengah disusun untuk pengambilalihan Afghanistan secara damai. Pernyataannya itu untuk membantah laporan mantan pejabat Afghanistan dan Amerika Serikat (AS).

Ghani mengatakan dalam wawancaranya dengan BBC, yang disiarkan pada Kamis (30/12), bahwa salah seorang penasihatnya memberi ia waktu hanya beberapa menit untuk memutuskan meninggalkan ibu kota Afghanistan, Kabul. Dia juga membantah tuduhan yang tersebar luas bahwa dia meninggalkan Afghanistan dengan jutaan uang curian.

Kepergian Ghani yang secara tiba-tiba dan diam-diam pada 15 Agustus 2021 membuat kota itu kehilangan kemudi, ketika pasukan AS dan NATO berada pada tahap akhir penarikan pasukan yang kacau dari negara itu setelah 20 tahun.

Pada pagi hari itu, saya tidak punya firasat bahwa pada sore hari saya akan pergi," kata Ghani kepada radio BBC.

Pernyataannya bertentangan dengan berbagai keterangan lain.

Mantan presiden Afghanistan Hamid Karzai mengatakan kepada kantor berita Associated Press dalam sebuah wawancara pada awal Desember bahwa kepergian Ghani menghilangkan kesempatan bagi para negosiator pemerintah, termasuk dirinya dan ketua dewan perdamaian Abdullah Abdullah, untuk mencapai kesepakatan dengan Taliban, yang telah berkomitmen untuk tetap berada di luar batas ibu kota.

Setelah menghubungi Menteri Pertahanan Bismillah Khan, menteri dalam negeri dan kepala polisi, dan ternyata semuanya telah melarikan diri dari Kabul, Karzai mengatakan dia mengundang Taliban ke Kabul "untuk melindungi para penduduk, sehingga negara, kota itu tidak jatuh ke dalam kekacauan dan elemen-elemen yang tidak diinginkan, yang mungkin akan menjarah negara, menjarah toko."Namun dalam wawancara radionya dengan mantan Kepala Staf Pertahanan Inggris Jenderal Sir Nick Carter, Ghani mengaku melarikan diri "untuk mencegah kehancuran Kabul.” Ia mengklaim dua faksi Taliban, yang saling bersaing, menyerang kota itu dan siap untuk masuk dan melancarkan pertempuran sengit untuk memperebutkan kekuasaan. Meski demikian, tidak ada bukti yang menunjukkan masuknya dua faksi Taliban yang dimaksud Ghani.

Para pemberontak, yang pada hari-hari sebelum pengepungan Kabul telah menyapu sebagian besar negara itu, dengan penyerahan diri dan bubarnya pasukan pemerintah Afghanistan, dengan cepat mengambil alih istana negara. Menurut para pekerja bantuan kemanusiaan, yang berbicara secara anonim karena ingin berbicara secara pribadi dan berada di lokasi pada saat itu, Taliban bergerak untuk melindungi kompleks mereka.

Namun, pengambilalihan Taliban disambut rasa takut dan penantian banyak orang untuk melarikan diri dari tanah air mereka yang sangat miskin, terlepas dari miliaran dana bantuan internsional selama 20 tahun, ketika pemerintahan yang disokong AS memerintah.

Dalam wawancara dengan BBC, Ghani membantah tuduhan yang tersebar luas bahwa dia meninggalkan Afghanistan dengan setumpuk uang curian. Inspektur Jenderal Khusus AS untuk Rekonstruksi Afghanistan John Sopko telah ditugaskan untuk menyelidiki tuduhan tersebut.

Pemerintah Afghanistan dari masa ke masa, serta kontraktor independen asing dan asal Afghanistan, telah dituduh melakukan korupsi yang meluas, dengan lusinan laporan oleh Sopko yang mendokumentasikan berbagai insiden paling mengerikan.

Washington telah menghabiskan $146 miliar untuk merekonstruksi Afghanistan sejak penggulingan Taliban pada 2001, yang menyembunyikan al-Qaida dan pemimpinnya, Osama bin Laden. Namun, bahkan sebelum para pemberontak kembali berkuasa pada Agustus, tingkat kemiskinan di Afghanistan berada pada angka 54 persen.

Awal pekan ini, Proyek Pelaporan Kejahatan dan Korupsi Terorganisir, sebuah organisasi liputan investigasi dengan 150 jurnalis di lebih dari 30 negara, memasukkan Ghani ke dalam daftar pemimpin paling korup di dunia.Presiden Belarus Aleksandr Lukashenko dinobatkan sebagai yang paling korup, bersama dengan Ghani, Presiden Suriah Bashar al-Assad, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan mantan kanselir Austria Sebastian Kurz berada di urutan atas untuk gelar paling korup.

Setelah diberitahu oleh penasihat keamanan nasionalnya, Hamdullah Mohib, bahwa pasukan perlindungan pribadinya tidak mampu melindunginya, Ghani mengatakan dia memutuskan untuk pergi. Mohib, yang "benar-benar ketakutan", memberinya waktu hanya dua menit untuk memutuskan apakah ia akan meninggalkan ibu kota, kata Ghani.

Ia bersikeras dirinya tidak tahu akan dibawa ke mana, bahkan setelah dia berada di dalam helikopter yang bersiap-siap lepas landas.

Ghani tidak menyinggung soal betapa cepatnya militer Afghanistan runtuh pada minggu-minggu menjelang pengambilalihan Taliban, tetapi dia menyalahkan perjanjian yang ditandatangani AS dengan Taliban pada tahun 2020 atas keruntuhan pemerintahannya.

Perjanjian itu menetapkan sejumlah syarat terkait penarikan terakhir pasukan AS dan NATO yang tersisa, yang mengakhiri perang terpanjang Amerika. Perjanjian itu juga menyepakati pembebasan 5.000 tahanan Taliban, yang menurut Ghani memperkuat kekuatan pemberontak. (VOA)







Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini